
Tari Cangget Agung
Sejarah awal acara cangget agung bermula adat dari Sekala Berak dari datuk Nan empat diturunkan sebagai petunjuk kehidupan bermasyarakat, dimulai dari cepala kemudian adat pengakuk, setelah itu menyusul adat kebumian. Setiba di canguk Ratcak yang tadinya lima bersaudara kelak akan menjadi kesembilan marga ( yang akan bergabung kedalam siwo mego) membagi hak adat. Setelah berhasil membawa kemenangan dalam pertarungan melawan raja di lawek. Mereka mengadakan pesta kemenangan Pesta Cangget Agung dengan Tari Tigel digelarkan sebagai puncak kemenangan. Disinilah bermula dilaksanakan Gawi ( mecak Wirang ) dalam pelaksanaan Gawi tersebut digelarlah Cangget Agung ( Tari Malam Gembira/ tari Cangget ) Bagi masyarakat pepadun yang ingin mengambil gelar Sutan arus melaksanakan serangkaian acara begawi. Begawia dalah pesta adat besar naik tahta ke-punyimbangan dengan mendapat gelar nama yang tinggi (Hadikusuma, 1989 : 149).
Pesta adat begawi dilaksanakan bersamaan dengan acara pernikahan. Pernikahan untuk masyarakat Lampung adalah untuk mendapatkan pemimpin baru untuk keluarganya dengan gelar baru yang didapatkan melalui proses begawi.Begawi dilakukan dengan segala rangkaian panjang, dimulai dari merwatin atau musyawarah adat hingga mepadun, acara pemberian gelar secara simbolis. Salah satu rangkaian dari begawi adalah acara cangget. Cangget agung dalah acara puncak yang dilaksanakan pada malam hari sebelum dilaksanakan mepadun. Secara sempit, cangget diartikan sebagai tari yang dilakukan oleh wanita, namun secara luas Cangget adalah begawi cakak pepadun itu sendiri (Martiara, 2012: 176). cangget merupakan bentuk pertunjukan tari adat yang menjadi sarana bertemunya muli mekhanai (bujang gadis) di sesat (rumah adat masyarakat Lampung).Cangget dilakukan bersamaan dengan acara pernikahan, maka dapat dikatakan bahwa Cangget jugamerupakan malam bujang gadis sesaat sebelum calon mempelai pria dan wanita melepas masa lajangnya. Menurut masyarakat Lampung,cangget adalah identitas atau jati diri. Cangget dan perkawinan adalah wujud dari penegasan akan identitas kultural orang Lampung sekaligus merupakan simbolisasi proses pelestarian, penguatan, dan penegasan kembali identitas tersebut. Dipentaskannya cangget merupakan proses simbolisasi dari kembalinya nilai ke-Lampung-an (Sayuti, 1982: 12). Sebagai sebuah kebutuhan, cangget sangat penting dilestarikan oleh masyarakat Pepadun. Cangget adalah bagian dari tradisi budaya masyarakat yang senantiasa hidup, baik sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi bersama kelompok masyarakat. Cangget Agung merupakan sebuah Upacara Lampung Pepadun yang di anggap sakral atau di Sakralkan dapat juga di artikan sebagai upacara agung, dalam penyelenggaraan tari agung atau tari kemuliaan. Sebagai dimaksudkan sebuah penyelenggaraan panggug tari yang memiliki syarat – syarat, yang menggambarkan keagungan suku persyaratan yang harus dipenuhi dalam Cangget Agung ini adalah sebuah keniscayaan yang harus terselenggara secara pas, kelebihan dan kekurangan baik kualitas maupun kuantitas di sepakati untuk di pahami akan mengurangi, bahkan merusak keagungan acara ini, sehingga upacara ini disebut agung atau cangget agung atau pula tari agung, dikarnakan dalam upacara ini terdapat dalam tari – tari yang dilakukan oleh peserta upacara. Upacara ini oleh masyarakat Lampung Pepadun biasa nya digunakan pada saatt acara begawi adat Lampung atau pengambilan gelar raja diman acara tersebut biasanya berdampingan denga peristiwa perkawinan dengan kata lain secara luas cangget agung adalah Begawi Cakak Pepadun atau pengambilan gelar raja.
Keagungan dalam upacara ini nampak lebih mengkristal ketika di tinjau dari persyaratan status peserta upacara, peralatan harus dilengkapi, kaidah – kaidah dan tata krama dalam upacra agung ini. Adapun pelanggaran terhadap persyaratan serta keniscayaan lainnya akan menjadi aib bagi pelaku maupun keluarganya, sebab itu setiap peserta sangat menghindari pelanggaran atas kaidah – kaidah dalam penyelanggaraan upacara agung ini. Keagungan upacara ini terdapat dalam tari – tari yang di lakukan oleh peserta upacara. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam menyelenggarakan dan mengikuti acara ini, dia antara nya adanya sebuah pancaran : kejujuran, ketaatan, ketekunan, ketepatan dan kerapihan Hal tersebut adalah merupakan layak tidaknya seseorang untuk berpartisipasi dalam pergaulan di masyarakat, itu pula lah inti dari penyelenggaraan Cangget Agung. Upacara ini memiliki fungsi sebagai upaya aktualisasi nilai – nilai budaya daerah Lampung sebagai proses terjadinya pernyataan dan perwujudan yang semula nilai – nilai tersebut yang masih dalam bentuk abstrak agar terjadi kongkritasi nilai dalam kehidupan sehari – hari, yang semula hanya filosofis konsepsional menjadi definitif operasional. Melalui upacra Cangget Agung maka Nilai – nilai yang terkandung dalam Piil Pesenggiri serta menguat sikap dasar seperti kejujuran, ketaatan, ketekunan, ketepatan dan kerapihan dan di pahami nya maksud dari penyelenggaraan acara tersebut di atas maka perwujudan Piil Pesenggiri yang Berisikan tentang : Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambaian,Juluk Adek. terdapat dalam tari – tari yang di laukan oleh peserta upacara.

Tradisi Cuak Mengan
Masyarakat Lampung Pepadun tetap menjaga adat istiadat serta budaya masyarakatnya, salah satunya budaya yang masih dilestarikan yaitu tradisi cuak mengan. Cuak Mengan merupakan sebuah tradisi pada perkawinan adat lampung pepadun yang dilaksanakan setelah akad nikah. Cuak mengan berbeda dengan acara makan pada saat penikahan yang biasanya dilakukan dengan cara Prasmanan, biasanya cuak mengan dilakukan di dalam rumah dan menggunakan sistem Nanjar ( makan dengan duduk bersila diatas tikar atau alas duduk ). Cuak mengan ini tujuannya adalah untuk saling berkenalan antar kedua keluarga besar (pihak mempelai laki-laki dan perempuan). Adapun kegunaanya yaitu untuk mempererat hubungan antar kedua belah pihak keluarga.
Dengan sistem nanjar (makanan disajikan di atas tikar). Acara cuak mengan di awali dengan sambutan oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai laki-laki kemudian dibalas (dijawab) oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai perempuan.
Di Kampung Gedung Negara muncul berbagai pandangan mengenai tradisi cuak mengan, hal ini dipengaruhi oleh sikap mental maupun pola berfikir masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami tradisi cuak mengan, kebanyakan mereka menganggap kegiatan ini hanya menghadiri acara perkawinan dan makan di acara perkawinan. Pada dewasa ini para generasi muda banyak melaksanakan pernikahan pola modern sesuai dengan perkembangan zaman, hal itu mengakibatkan memudarnya budaya lokal yang telah hidup dimasyarakat, dan akibatnya banyak generasi muda kurang memahami makna dan tujuan Cuak Mengan.

Tradisi Nyubuk Majew
Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki berbagai macam budaya yang patut diperhitungkan baik secara nasional maupun internasional. Salah satu tradisi adat yang unik pada masyarakat Lampung Pepadun adalah tradisi nyubuk majeu. Perhelatan nyubuk majew atau meninjau calon pengantin atau pengantin wanita dengan cara menutup wajah menggunakan kain sarung. Tradisi nyubuk majeu dapat diartikan salah satu proses dari keluarga yang ingin melihat secara langsung kondisi sang gadis arau pengantin setelah sebambangan (membawa lari gadis dengan maksud untuk dinikahi dan bisa dibenarkan secara adat jika ada kesepakatan dua belah pihak.) oleh mempelai pria atau sebelum dilakukan upacara adat.
Proses nyubuk biasanya dilakukan pada malam hari dan dilakukan oleh ibu-ibu dan/atau gadis. Pada melakukan proses nyubuk majew, setiap keluarga mempelai diharuskan memakai penutup wajah (sarung) yang hanya terlihat matanya saja ( memang terlihat seperti ninja) Nyubuk Majeu ini mempunyai makna dimana suatu momen yang dimanfaatkan oleh keluarga besar mempelai wanita maupun masyarakat yang datang secara kelompok, untuk melihat suasana batiniah dan lahiriah dari calon pengantin wanita selama di lingkungan keluarga besar mempelai pria, degan menggunakan sarung untuk menutupi wajah dan tubuhnya agar tidak diketahui siapa yang datang dalam proses itu terjadilah obrolan sesuai pandangan mereka menyubuk. Proses tersebut di kalangan masyarakat beradat pepadun di kenal dengan sebutan Nubuk atau Nyubuk Majeu (Ngintip calon pengantin)